Islam is beautiful
Islam is beautiful
Islam is beautiful
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Islam is beautiful

Tempat Berdiskusi semua hal tentang islam. Mari menimba ilmu bersama,memperkuat ukhuwah islamiyah di antara umat muslim dan muslimah lainnya. dapatkan acount anda dengan melakukan registrasi (gratis) dan mari kita jalin tali silaturahmi di antara kita
 
IndeksPortalLatest imagesPendaftaranLogin
Pencarian
 
 

Display results as :
 
Rechercher Advanced Search
Similar topics
    Latest topics
    » KUMPULAN ARTIKEL ISLAMI
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 10:52 pm by ammar_Azhar

    » Hukum Berhias diri Di salon Bagi Wanita
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 10:38 pm by sri

    » HAK ISTERI ATAS SUAMI
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 10:12 pm by ari

    » Halal dan Haram dalam Islam part1
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 12:53 pm by lajuba

    » Fiqh Prioritas
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 11:09 am by ammar_Azhar

    » Fiqh Prioritas
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 11:06 am by ammar_Azhar

    » DUA JENIS PEMIKIRAN (PAHAM) YANG BERBAHAYA BAGI MASYARAKAT
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 11:00 am by ammar_Azhar

    » Fatwa-fatwa Kontemporer (PENGGUGURAN KANDUNGAN YANG DIDASARKAN PADA DIAGNOSIS PENYAKIT JANIN )
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 10:44 am by ammar_Azhar

    » Halal dan Haram dalam Islam part4
    Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 3:05 am by ammar_Azhar

    Navigation
     Portal
     Indeks
     Anggota
     Profil
     FAQ
     Pencarian
    Forum
    Navigation
     Portal
     Indeks
     Anggota
     Profil
     FAQ
     Pencarian
    May 2024
    MonTueWedThuFriSatSun
      12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  
    CalendarCalendar
    Forum
    Affiliates
    free forum


     

     Fiqh Prioritas

    Go down 
    PengirimMessage
    ammar_Azhar
    Admin
    Admin
    ammar_Azhar


    Jumlah posting : 57
    Join date : 15.10.10
    Age : 79
    Lokasi : pku

    Fiqh Prioritas Empty
    PostSubyek: Fiqh Prioritas   Fiqh Prioritas I_icon_minitimeWed Apr 27, 2011 11:06 am



    I.B. KEBUTUHAN UMAT KITA SEKARANG AKAN FIQH PRIORITAS
    oleh Dr. Yusuf Al Qardhawy

    Kacaunya Timbangan Prioritas pada Umat

    Apabila kita memperhatikan kehidupan kita dari berbagai
    sisinya --baik dari segi material maupun spiritual, dari segi
    pemikiran, sosial, ekonomi, politik ataupun yang lainnya--
    maka kita akan menemukan bahwa timbangan prioritas pada umat
    sudah tidak seimbang lagi.

    Kita dapat menemukan di setiap negara Arab dan Islam berbagai
    perbedaan yang sangat dahsyat, yaitu perkara-perkara yang
    berkenaan dengan dunia seni dan hiburan senantiasa
    diprioritaskan dan didahulukan atas persoalan yang menyangkut
    ilmu pengetahuan dan pendidikan.

    Dalam aktivitas pemudanya kita menemukan bahwa perhatian
    terhadap olahraga lebih diutamakan atas olah akal pikiran,
    sehingga makna pembinaan remaja itu lebih berat kepada
    pembinaan sisi jasmaniah mereka dan bukan pada sisi yang
    lainnya. Lalu, apakah manusia itu hanya badan saja, akal
    pikiran saja, ataukah jiwa saja?

    Dahulu kita sering menghafal sebuah kasidah Abu al-Fath
    al-Bisti yang sangat terkenal. Yaitu kasidah berikut ini:

    "Wahai orang yang menjadi budak badan, sampai kapan
    engkau hendak mempersembahian perkhidmatan kepadanya.

    Apakah engkau hendak memperoleh keuntungan dari
    sesuatu yang mengandung kerugian?

    Berkhidmatlah pula kepada jiwa, dan carilah berbagai
    keutamaan padanya,

    Karena engkau dianggap sebagai manusia itu dengan jiwa
    dan bukan dengan badan"

    Kita juga hafal apa yang dikatakan oleh Zuhair ibn Abi Salma
    dalam Mu'allaqat-nya:

    "Lidah seorang pemuda itu setengah harga dirinya, dan
    setengah lagi adalah hatinya. Jika keduanya tidak ada
    pada dirinya, maka dia tiada lain hanya segumpal
    daging dan darah."

    Akan tetapi kita sekarang ini menyaksikan bahwa manusia
    dianggap sebagai manusia dengan badan dan otot-ototnya,
    sebelum menimbang segala sesuatunya.

    Pada musim panas tahun lalu (1993), tiada perbincangan yang
    terjadi di Mesir kecuali perbincangan di seputar bintang sepak
    bola yang dipamerkan untuk dijual. Harga pemain ini semakin
    meninggi bila ada tawar-menawar antara beberapa klub sepak
    bola, sehingga mencapai 750.000 Junaih (satuan mata uang
    Mesir).

    Jarang sekali mereka yang mengikuti perkembangan dunia
    olahraga, khususnya olahraga yang bermanfaat bagi manusia
    dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka hanya menumpukan
    perhatian terhadap pertandingan olahraga, khususnya sepak bola
    yang hanya dimainkan beberapa orang saja, sedangkan yang
    lainnya hanya menjadi penonton mereka.

    Sesungguhnya bintang masyarakat, dan nama mereka yang paling
    cemerlang bukanlah ulama atau ilmuwan, bukan pemikir atau juru
    da'wah; akan tetapi mereka adalah apa yang kita sebut sekarang
    dengan para aktor dan aktris, pemain sepak bola, dan
    sebagainya.

    Surat kabar dan majalah, televisi dan radio, hanya
    memperbincangkan kehidupan, tingkah laku, "kejayaan,"
    petualangan, dan berita di sekitar mereka, walaupun tidak
    berharga. Sedangkan orang-orang selain mereka tidak pernah
    diliput, dan bahkan hampir dikesampingkan atau dilupakan.

    Apabila ada seorang seniman yang meninggal dunia, seluruh
    dunia gempar karena kematiannya, dan semna surat kabar
    berbicara tentang kematiannya. Namun apabila ada seorang
    ulama, ilmuwan, atau seorang profesor yang meninggal dunia,
    seakan-akan tidak ada seorangpun yang membicarakannya.

    Kalau dilihat dari segi material, perhatian mereka kepada
    dunia olahraga dan seni memakan biaya sangat tinggi; yaitu
    untuk membiayai publikasi, dan keamanan penguasa, yang mereka
    sebut sebagai biaya "keamanan negara"; dimana tidak ada
    seorang pun dapat menolak atau mengawasinya. Mengapa semua itu
    bisa terjadi?

    Pada saat yang sama, lapangan dunia pendidikan, kesehatan,
    agama, dan perkhidmatan umum, sangat sedikit mendapat dukungan
    dana; dengan alasan tidak mampu atau untuk melakukan
    penghematan, terutama apabila ada sebagian orang yang meminta
    kepada mereka sumbangan untuk melakukan peningkatan sumber
    daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman.
    Persoalannya adalah seperti yang dikatakan orang: "Penghematan
    di satu sisi, tetapi di sisi lain terjadi pemborosan";
    sebagaimana yang pernah dikatakan Ibn al-Muqaffa,: "Aku tidak
    melihat suatu pemborosan terjadi kecuali di sampingnya ada hak
    yang dirampas oleh orang yang melakukan pemborosan itu."

    Penyimpangan Orang-orang Beragama Dewasa ini dalam
    Fiqh Prioritas

    Penyimpangan terhadap masalah fiqh ini tidak hanya terjadi di
    kalangan awam kaum Muslimin, atau orang-orang yang menyimpang
    dari jalan yang lurus di kalangan mereka, tetapi penyimpangan
    itu juga dilakukan oleh orang-orang yang menisbatkan dirinya
    kepada agama ini, karena tidak adanya fiqh dan pengetahuan
    yang benar.

    Sesungguhnya ilmu pengetahuanlah yang menjelaskan mana
    perbuatan yang diterima dan mana perbuatan yang ditolak; mana
    perbuatan yang diutamakan dan mana pula yang tidak diutamakan.
    Ilmu pengetahuan juga menjelaskan perbuatan yang benar dan
    juga perbuatan yang rusak; perbuatan yang dikabulkan dan yang
    ditolak; perbuatan yang termasuk sunnah dan perbuatan yang
    termasuk bid'ah. Setiap perbuatan disebutkan "harga" dan
    nilainya, menurut pandangan agama.

    Kebanyakan mereka tidak mendapatkan cahaya ilmu pengetahuan
    dan arahan dari fiqh yang benar. Mereka telah memusnahkan
    batas antara pelbagai macam amalan dan tidak membedakannya
    satu sama lain; atau mereka menetapkannya di luar hukum agama,
    sehingga ketetapan mereka kurang atau malah berlebihan. Dalam
    kasus seperti ini, agama akan hilang di tangan orang yang
    sangat berlebihan dan melampaui batas dan orang yang kurang
    memiliki pengetahuan tentang agama itu.

    Seringkali kita menyaksikan orang-orang seperti ini --walaupun
    sebenarnya mereka adalah orang-orang yang memiliki
    keikhlasan-- menyibukkan diri dengan perbuatan yang tidak kuat
    (marjuh), dan mereka menganggapnya sebagai amalan yang kuat
    (rajih). Mereka sibuk dengan perbuatan yang bukan utama
    (mafdhul) dan melalaikan perbuatan yang utama (fadhil).

    Kadang-kadang, satu perbuatan itu pada suatu masa dinilai
    sebagai perbuatan yang utama (fadhil), tetapi pada masa yang
    lain ia bukan perbuatan yang utama (mafdhul); atau pada suatu
    suasana tertentu perbuatan itu bisa dinilai kuat (rajih), dan
    pada kondisi yang lain tidak bisa diterima (marjuh). Akan
    tetapi, karena pengetahuan dan pemahaman mereka sangat
    sedikit, maka mereka tidak mampu membedakan antara dua masa
    dan suasana yang berlainan itu.

    Saya pernah melihat orang-orang Muslim yang baik hati, yang
    mau menyumbang pembangunan sebuah masjid di kawasan yang sudah
    banyak masjidnya, yang kadang-kadang pembangunan masjid itu
    memakan biaya setengah atau satu juta Junaih atau satu juta
    dolar. Akan tetapi bila dia dimintai sumbangan sebesar itu,
    separuhnya, atau seperempat daripada jumlah itu untuk
    mengembangkan da'wah Islam, memberantas kekufuran dan
    kemusyrikan, mendukung kegiatan Islam untuk menegakkan
    syari'ah agama, atau kegiatan-kegiatan lain yang memiliki
    tujuan besar, yang kadang-kadang ada orangnya tetapi mereka
    tidak memiliki dana untuk itu. Orang-orang yang memberi
    bantuan pembangunan masjid di atas, hampir seperti orang
    pekak, dan tidak memberikan tanggapan sama sekali karena
    mereka lebih percaya kepada membangun batu daripada membangun
    manusia.

    Setiap tahun, pada musim haji saya menyaksikan sejumlah besar
    kaum Muslim yang kaya raya, yang datang berbondong-bondong
    untuk melaksanakan ibadah sunnah di musim itu, karena mereka
    telah seringkali melaksanakan ibadah haji, dan melakukan
    ibadah umrah di bulan Ramadhan. Untuk itu mereka mengeluarkan
    dana yang cukup besar dengan mudah, tetapi pada saat yang sama
    banyak orang miskin yang memerlukan bantuan dari mereka.
    Sebenarnya Allah juga tidak membebankan kewajiban haji dan
    umrah atas diri mereka.

    Akan tetapi, manakala dana tahunan yang mereka keluarkan untuk
    itu diminta untuk memerangi orang-orang Yahudi di Palestina;
    membantu kaum Muslimin di Serbia, Bosnia, Herzegovina; atau
    untuk menghadapi gerakan Kristenisasi di Bangladesh, atau
    negara-negara Afrika dan negara-negara Asia Tenggara lainnya;
    atau untuk membangun pusat-pusat Islam atau mencetak kader
    da'wah yang memiliki spesialisasi di berbagai bidang
    kehidupan; atau untuk mencetak, menerjemahkan, dan menerbitkan
    buku-buku Islam yang sangat bermanfaat, mereka memalingkan
    muka, dan menyombongkan diri.

    Padahal telah ada ketetapan dengan jelas di dalam al-Qur'an
    bahwa jenis perbuatan perjuangan itu lebih utama daripada
    jenis perbuatan ibadah haji; sebagaimana difirmankan oleh
    Allah SWT:

    "Apakah orang-orang yang memberi minuman kepada
    orang-orang yang mengerjakan ibadah haji dan mengurus
    Masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang
    beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad
    di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan
    Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum Muslimin
    yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah
    serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan
    diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi
    Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat
    kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan
    memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan surga,
    mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal.
    (at-Taubah: 19-21)

    Mengapa? Karena ibadah haji dan umrah mereka termasuk sunnah
    karena mereka telah melakukannya berulang kali; sedangkan
    perjuangan melawan kekufuran dan kemusyrikan, sekularisasi,
    dan pemisahan agama dari kehidupan manusia, baik yang didukung
    oleh kekuatan-kekuatan internal maupun eksternal, merupakan
    kewajiban kita pada masa sekarang ini.

    Pada musim haji dua tahun yang lalu, salah seorang penulis
    buku Islam yang sangat terkenal, yaitu sahabat saya yang
    bernama Fahmi Huwaidi, yang menulis makalahnya setiap hari
    Selasa, mengatakan secara terang-terangan kepada kaum
    Muslimin, "Sesungguhnya upaya penyelamatan kaum Muslim Bosnia
    lebih utama daripada kewajiban ibadah haji sekarang ini."

    Banyak orang yang bertanya kepada saya ketika mereka membaca
    makalah itu, sejauh mana kebenaran ucapan itu bila ditinjau
    dari segi syari'ah agama dan fiqh? Ketika itu saya menjawab
    mereka: "Sesungguhnya pernyataan penulis itu benar, dan juga
    benar bila ditinjau dari sudut fiqh, karena sebenarnya telah
    ada ketetapan syari'ah yang menyatakan bahwa kewajiban yang
    perlu dilakukan dengan segera harus didahulukan atas kewajiban
    yang bisa ditangguhkan. Ibadah haji dalam hal ini adalah
    ibadah yang mungkin ditangguhkan. Dan dia merupakan kewajiban
    yang tidak dituntut untuk dilaksanakan dengan segera menurut
    sebagian imam mazhab. Sedangkan penyelamatan kaum Muslimin
    Bosnia dari ancaman yang akan memusnahkan mereka karena
    kelaparan, kedinginan, dan penyakit dari satu segi, dan
    pemusnahan secara massal dari segi yang lain merupakan
    kewajiban yang harus segera dilaksanakan. Tindakan
    penyelamatan ini tidak dapat ditangguhkan, dan tidak dapat
    ditunda-tunda lagi. Ia adalah kewajiban yang berkaitan dengan
    waktu sekarang ini, sekaligus merupakan kewajiban umat Islam
    secara menyeluruh pada hari ini.

    Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan syiar ibadah haji
    merupakan sebuah kewajiban yang tidak diperselisihkan oleh
    umat ini. Kita tidak perlu meniadakan ibadah itu pada suatu
    musim haji, karena ibadah ini dapat dilakukan oleh orang-orang
    yang tinggal di sekitar tanah suci, yang tidak perlu
    mengeluarkan biaya yang tinggi untuk melaksanakan ibadah ini.

    Saya memandang bahwa apa yang dikatakan oleh Prof. Huwaidi
    dapat terlaksana dengan cara seperti ini. Namun kebanyakan
    orang-orang yang pergi ke tanah suci pada musim haji setiap
    tahun adalah orang-orang yang tidak lagi dibebani untuk
    melaksanakan kewajiban ini, karena mereka telah melakukannya
    pada masa-masa sebelumnya. Orang-orang yang pergi ke tanah
    suci dan sebelumnya belum pernah melaksanakan ibadah ini,
    jumlah mereka tidak lebih dari 15%. Kalau kita asumsikan bahwa
    jumlah jamaah haji 2.000.000 orang, maka jumlah orang yang
    baru pertama kali melakukan ibadah ini tidak lebih dari
    300.000 orang.

    Alangkah baiknya bila dana yang mereka keluarkan untuk ibadah
    sunnah itu --di mana jumlah mereka adalah mayoritas-- begitu
    pula orang-orang yang melakukan ibadah umrah sunnah sepanjang
    tahun, khususnya pada bulan Ramadhan, dialihkan untuk mendanai
    perjuangan di jalan Allah SWT; atau untuk menyelamatkan
    saudara-saudara mereka, muslimin dan muslimat, yang terancam
    kehancuran secara material maupun spiritual; dan untuk
    membiayai mereka dalam menghadapi musuh-musuh mereka yang
    ganas, yang menginjak-injak kehormatan mereka, dan tidak
    menginginkan keberadaan mereka di dunia ini. Negara-negara di
    dunia ini sebenarnya melihat dan mendengar keadaan mereka,
    akan tetapi mereka berdiam diri dan tidak bergerak, karena
    sesungguhnya kemenangan itu berada di pihak yang kuat-dan
    bukan kekuatan di pihak yang benar.

    Saya menyaksikan sebagian pemeluk agama yang baik di Qatar,
    dan negara-negara teluk yang lainnya, serta di Mesir yang
    mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan syiar agama, yaitu
    ibadah haji setiap tahun. Saya mengetahui bahwa di antara
    mereka ada yang telah mengerjakan ibadah haji setiap tahun
    sejak empat puluh tahun yang lalu. Mereka terdiri atas
    sekumpulan sanak saudara, handai tolan, dan sahabat karib.
    Jumlah mereka barangkali mencapai seratus orang. Pada suatu
    saat, saya mengingatkan mereka, ketika itu saya baru saja tiba
    dari suatu lawatan ke salah satu negara di Asia Tenggara. Saya
    menyaksikan bahwa kristenisasi sedang dilakukan secara
    besar-besaran di sana, dan kaum Muslim sangat memerlukan
    lembaga-lembaga tandingan untuk menghadapi gerakan tersebut,
    baik lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan,
    kedokteran, maupun lembaga yang bergerak di dalam masalah
    sosial. Saya katakan kepada kawan-kawan yang baik itu:
    "Bagaimanakah pendapat kamu kalau seandainya pada tahun ini
    kamu berniat tidak melakukan ibadah haji, lalu biaya untuk
    melakukan ibadah haji itu disumbangkan untuk biaya menghadapi
    kristenisasi. Kalau dari setiap orang yang berjumlah seratus
    itu menyumbangkan 10.000 Junaih, maka jumlahnya akan menjadi
    1.000.000 Junaih. Uang sejumlah itu dapat dipergunakan untuk
    membangun proyek besar. Dan kalau kita mau memulai perbuatan
    seperti ini, kemudian kita umumkan kepada khalayak ramai, maka
    orang-orang akan banyak yang mengikuti perbuatan kita,
    sehingga kita dapat memperoleh juga pahala orang yang
    mengikuti perbuatan baik kita."

    Akan tetapi sayangnya, saudara-saudara kita itu menjawab,
    "Sesungguhnya kami ini bila bulan Zulhijjah tiba, kami merasa
    sangat bergembira, kami tidak dapat menahan kerinduan untuk
    melakukan ibadah haji. Kami merasa bahwa ruh-ruh kami dibawa
    ke sana. Kami merasa sangat berbahagia bila kami ikut
    melaksanakan ibadah haji setiap musim bersama para jamaah haji
    yang lainnya."

    Bisyr al-Hafi pernah mengatakan, "Kalau kaum Muslimin mau
    memahami, memiliki keimanan yang benar, dan mengetahui makna
    fiqh prioritas, maka dia akan merasakan kebahagiaan yang lebih
    besar dan suasana kerohanian yang lebih kuat, setiap kali dia
    dapat mengalihkan dana ibadah haji itu untuk memelihara
    anak-anak yatim, memberi makan orang-orang yang kelaparan,
    memberi tempat perlindungan orang-orang yang terlantar,
    mengobati orang sakit, mendidik orang-orang yang bodoh, atau
    memberi kesempatan kerja kepada para penganggur."

    Saya pernah melihat para remaja yang tekun belajar pada kuliah
    kedokteran di perguruan tinggi, fakultas teknik, fakultas
    pertanian, fakultas sastra, atau fakultas-fakultas ilmu-ilmu
    umum yang lainnya. Mereka berjaya dan memiliki prestasi yang
    gemilang, akan tetapi tidak lama kemudian mereka meninggalkan
    bangku fakultas-fakultas tersebut, dan merasa tidak sayang
    untuk meninggalkannya; dengan alasan untuk ikut serta
    melakukan da'wah dan tabligh; padahal spesialisasi yang mereka
    jalani termasuk ilmu-ilmu fardhu kifayah, di mana umat akan
    menderita bila tidak ada seorangpun di antara mereka yang
    memiliki keahlian pada bidang-bidang tersebut. Di samping itu,
    mereka juga dapat menjadikan amal perbuatan dalam bidang
    kehidupannya sebagai ibadah dan perjuangan apabila mereka
    melakukannya sebaik mungkin dan disertai dengan niat yang
    baik, serta mengikuti batas-batas yang telah ditetapkan oleh
    Allah SWT.

    Jika setiap muslim meninggalkan profesi mereka, lalu siapa
    lagi yang hendak melakukan perbuatan yang membawa kemaslahatan
    untuk kaum Muslimin? Sesungguhnya Rasulullah saw dan para
    sahabatnya melakukan pekerjaan dalam pelbagai bidang.
    Rasulullah saw tidak pernah meminta salah seorang di antara
    sahabatnya untuk meninggalkan profesinya agar dia dapat ikut
    serta dalam berda'wah. Hal ini dilakukan oleh beliau agar
    setiap orang tetap berada pada profesinya masing-masing, baik
    sebelum atau sesudah hijrah. Orang-orang yang meninggalkan
    profesi mereka itu apabila diajak untuk melakukan peperangan
    di jalan Allah, mereka melarikan diri dan merasa berat sekali
    melangkahkan kakinya untuk berjuang membela agama Allah SWT
    dengan harta benda dan jiwa mereka.

    Imam al-Ghazali tidak setuju dengan orang-orang yang hidup
    sezaman dengannya, di mana orang-orang hanya belajar fiqh dan
    sejenisnya, padahal pada masa yang sama di negeri mereka tidak
    ada seorang dokterpun kecuali dokter Yahudi atau Nasrani.
    Semua kaum Muslimin berobat kepada mereka. Ruh dan aurat
    mereka diserahkan sepenuhnya kepada para dokter itu, kemudian
    mereka melanggar ketetapan hukum yang telah ditetapkan oleh
    agama ini; seperti bolehnya berbuka puasa bagi orang yang
    sedang menjalankan ibadah puasa, dan bolehnya bertayammum bagi
    orang-orang yang sedang terluka.

    Saya juga menyaksikan kelompok kaum Muslimin lainnya yang
    setiap hari bertengkar untuk mempertahankan diri dalam
    masalah-masalah juz'iyah atau masalah-masalah khilafiyah; dan
    di sisi lain mereka melalaikan perjuangan Islam yang lebih
    besar dalam melawan musuh-musuhnya yang sangat dengki, benci,
    tamak, takut kepadanya, dan senantiasa mengintainya.

    Bahkan, kaum minoritas dan imigran yang tinggal di belahan
    negara Barat (Amerika, Canada, dan Eropa) ada di antara mereka
    yang sebagian besar perhatiannya hanya tertumpu kepada masalah
    jam tangan di mana dia harus dikenakan, apakah di tangan kiri
    atau di tangan kanan?

    Mengenakan pakaian putih sebagai ganti daripada baju dan
    pantalon; apakah hal ini wajib ataukah sunnah hukumnya?
    Kemudian masuknya perempuan ke masjid; apakah halal ataukah
    haram hukumnya?

    Makan di atas meja sambil duduk di atas kursi, dengan
    menggunakan sendok dan garpu, apakah hal-hal seperti ini
    termasuk menyerupai tingkah laku orang-orang kafir ataukah
    bukan?

    Dan masalah-masalah lainnya yang banyak menyita waktu, serta
    lebih cenderung memecah belah persatuan umat, menciptakan
    kebencian dan jurang pemisah di antara mereka, serta
    menghabiskan energi dengan sia-sia, karena energi itu
    dihabiskan untuk sesuatu yang tanpa tujuan, dan perjuangan
    tanpa musuh.

    Saya melihat beberapa orang pemuda yang tekun melakukan
    ibadah, tetapi mereka memperlakukan bapak, ibu, dan
    saudara-saudara mereka dengan keras dan kasar. Dengan dalih
    bahwa mereka semua adalah pelaku-pelaku kemaksiatan atau
    menyimpang dari ajaran agama. Para pemuda itu telah lupa
    bahwasanya Allah SWT mewasiatkan kepada kita untuk berlaku
    baik terhadap kedua orangtua kita walaupun kedua orangtua kita
    musyrik dan berusaha untuk membuat kita menjadi musyrik, serta
    membikin fitnah terhadap agama Islam.

    Allah SWT berfirman:

    "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
    dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
    tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
    dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik ..."
    (Luqman: 15)

    Walaupun kedua orangtua kita terus-menerus berusaha mengajak
    kita kepada kemusyrikan, di mana al-Qur'an menyebutkan dengan
    istilah "memaksa", namun al-Qur'an tetap menganjurkan kita
    untuk meperlakukan mereka dengan cara yang baik. Karena
    sesungguhnya kedua orangtua kita memiliki hak yang paling
    tinggi dan tidak tertandingi kecuali oleh hak Allah SWT. Oleh
    karena itu, Allah SWT berfirman:

    "... Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
    bapakmu, hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu."
    (Luqman: 14)

    Mentaati kedua orangtua untuk melakukan kemusyrikan tidak
    dibenarkan oleh Islam. "Tidak ada ketaatan terhadap makhluk
    dalam melakukan kemaksiatan terhadap sang Pencipta." Adapun
    memperlakukan mereka dengan sebaik-baiknya merupakan satu
    keharusan yang tidak ada jalan bagi kita untuk menghindarinya.

    Selain itu, Allah SWT juga mewasiatkan kepada kita untuk
    memelihara hubungan silaturahim dan memperlakukan sanak
    saudara kita dengan baik, sebagaimana yang difirmankan
    oleh-Nya:

    "... Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan
    (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama
    lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.
    Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."
    (an-Nisaa': 1)

    Pada masa-masa kemunduran, banyak kaum Muslimin yang terjebak
    pada suatu perbuatan yang hingga hari ini masih mereka
    lakukan; di antaranya ialah:

    1) Mereka tidak mengindahkan --sampai kepada suatu
    batas yang sangat besar-- fardhu-fardhu kifayah yang
    berkaitan dengan umat secara menyeluruh. Seperti
    peningkatan kualitas ilmu pengetahuan, perindustrian,
    dan kepiawaian dalam peperangan, yang dapat menjadikan
    umat betul-betul mandiri, dan tidak hanya berada di
    dalam slogan dan omong kosong belaka; ijtihad dalam
    masalah fiqh dan penyimpulan hukum; penyebaran da'wah
    Islam, pendirian pemerintahan yang disepakati bersama
    berdasarkan janji setia (bai'at) dan pemilihan yang
    bebas; melawan pemerintahan yang zalim dan menyimpang
    dari ajaran Islam.

    2) Di samping itu, mereka juga mengabaikan sebagian
    fardhu 'ain, atau melaksanakannya tetapi tidak
    sempurna. Seperti melaksanakan kewajiban amar ma'ruf
    dan nahi mungkar, di mana Islam menyebutnya terlebih
    dahulu sebelum menyebut persoalan shalat dan zakat
    ketika ia menjelaskan sifat-sifat masyarakat yang
    beriman. Allah SWT berfirman:

    "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
    sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
    sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
    ma'ruf, dan mencegah kemungkaran, mendirikan shalat,
    menunaikan zakat, ..." (at-Taubah: 71)

    Padahal, sebetulnya amar ma'ruf dan nahi mungkar ini
    merupakan sebab utama yang membawa kebaikan umat,
    sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:

    "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
    manusia, menyuruh kepada yang makfur, dan mencegah
    dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah..." (Ali
    'Imran: 110)

    Pengabaian fardhu 'ain ini pernah menyebabkan turunnya
    laknat atas bani Israil, melalui lidah para nabi
    mereka:

    "Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israil
    dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian
    itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui
    batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
    tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya
    amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. N
    (al-Maidah: 78-79)

    3) Perhatian mereka tertumpu kepada sebagian rukun
    Islam lebih banyak dibanding perhatian mereka kepada
    sebagian rukun yang lain. Ada di antara mereka yang
    memperhatikan puasa lebih banyak daripada perhatian
    terhadap shalat. Dan oleh karena itu, kita hampir
    tidak menemukan orang Muslim lelaki dan perempuan yang
    makan di siang hari Ramadhan; khususnya di desa-desa
    pedalaman. Akan tetapi ada kaum Muslimin --khususnya
    dari kalangan perempuan-- yang malas melakukan shalat.
    Dan ada orang yang selama hidupnya tulang punggungnya
    tidak pernah membungkuk untuk ruku' dan sujud kepada
    Allah. Di samping itu, ada pula orang yang
    perhatiannya tertumpu kepada shalat lebih banyak
    daripada perhatian yang dia berikan terhadap zakat;
    padahal Allah SWT selalu mengaitkan kedua rukun Islam
    itu di dalam kitab suci-Nya, al-Qur'an dalam dua puluh
    delapan tempat. Sehingga Ibn Mas'ud mengatakan, "Kita
    diperintahkan untuk mendirikan shalat dan mengeluarkan
    zakat. Dan barang siapa yang tidak mengeluarkan zakat,
    maka tidak ada gunanya shalat bagi dirinya."1

    Abu Bakar as-Shidiq pernah berkata, "Demi Allah, aku
    akan memerangi orang-orang yang berusaha memisahkan
    antara shalat dan zakat."2

    Para sahabat Nabi saw juga sepakat untuk memerangi
    orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat,
    sebagaimana mereka memerangi orang-orang yang mengaku
    dirinya sebagai nabi dan orang-orang murtad yang
    mengikuti mereka. Negara Islamlah yang pertama kali
    melakukan peperangan dalam sejarah untuk membela
    hak-hak orang miskin.

    4) Mereka memperhatikan sebagian perbuatan sunnah
    lebih daripada perhatian mereka terhadap perbuatan
    yang fardhu dan wajib; sebagaimana yang bisa kita
    saksikan di kalangan pemeluk agama ini. Para pemeluk
    agama ini banyak yang memperbanyak zikir, tasbih, dan
    wirid, tetapi mereka melupakan fardhu yang diwajibkan
    atas mereka; yaitu perbuatan fardhu yang bersifat
    sosial; seperti: memperlakukan kedua orangtua dengan
    baik, silaturahim, bertetangga dengan baik, mengasihi
    orang-orang yang lemah, memelihara anak yatim dan
    orang-orang miskin, menyingkirkan kemungkaran, dan
    menyingkirkan kezaliman sosial dan politik.

    5) Mereka memiliki kecenderungan yang lebih besar
    untuk memperdulikan ibadah-ibadah individual, seperti
    shalat dan zikir, dibanding perhatian yang diberikan
    kepada ibadah-ibadah sosial yang besar sekali
    faidahnya, seperti jihad, fiqh, memperbaiki jalinan
    silaturahim di antara manusia --khususnya famili--
    bekerja sama dalam melakukan kebaikan dan ketaqwaan,
    saling menasihati dalam melakukan kesabaran dan kasih
    sayang, menganjurkan kepada keadilan dan musyawarah,
    memelihara hak-hak asasi manusia, khususnya memberikan
    perlindungan kepada orang-orang yang lemah.

    6) Akhir-akhir ini kebanyakan di antara mereka
    memiliki kecenderungan untuk mempedulikan
    masalah-masalah furu'iyah dan mengabaikan
    masalah-masalah pokok. Padahal, para pendahulu kita
    telah mengatakan, "Barangsiapa mengabaikan pokok, maka
    dia tidak akan pernah sampai kepada tujuannya." Mereka
    melalaikan fondasi bangunan secara keseluruhan, yakni
    aqidah, iman, tauhid, dan keikhlasan dalam membela
    agama Allah.

    7) Di antara kesalahan yang mereka lakukan juga ialah
    kesibukan kebanyakan manusia dalam memerangi hal-hal
    yang makruh dan syubhat lebih banyak dibandingkan
    dengan kesibukan mereka memerangi hal-hal yang
    diharamkan dan telah menyebar luas di kalangan mereka
    atau mengembalikan kewajiban yang telah hilang.
    Contohnya ialah kesibukan mereka tentang perkara yang
    masih diperselisihkan halal dan haramnya dan tidak
    memperhatikan hal-hal yang telah dipastikan haramnya.
    Ada orang yang senang sekali memperhatikan
    masalah-masalah khilafiyah ini, seperti masalah
    mengambil gambar, dan bernyanyi. Seakan-akan mereka
    tidak memiliki perhatian lain selain kepada hal-hal
    yang sedang berkecamuk di sekeliling mereka, serta
    menggiring manusia kepada pendapat mereka. Pada saat
    yang sama, mereka lupa terhadap problem yang lebih
    besar berkaitan dengan keberlangsungan umat yang pada
    saat ini cukup mengkhawatirkan.

    Termasuk dalam kategori ini ialah perhatian mereka yang sangat
    besar untuk menyingkirkan dosa-dosa kecil dan melalaikan
    dosa-dosa besar yang lebih berbahaya, baik dosa-dosa besar
    yang berkaitan dengan ajaran agama, seperti peramalan, sihir,
    perdukunan, menjadikan kuburan sebagai masjid, nazar,
    menyembelih untuk orang mati, meminta tolong kepada
    orang-orang yang telah dikuburkan, meminta kepada mereka untuk
    memenuhi segala keperluan hidupnya, dan meminta mereka untuk
    menghindarkan diri mereka dari bencana, ataupun dosa-dosa
    lainya yang berupa penyelewengan sosial dan politik; seperti
    mengabaikan musyawarah dan keadilan sosial; hilangnya
    kebebasan dan hak asasi manusia, dan kehormatannya; penyerahan
    suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya; penyelewengan
    hasil pemungutan suara; perampasan kekayaan umat; meneruskan
    kehidupan berkasta; dan tersebarnya pemborosan dan kemewahan
    yang merusak mental umat.

    Kesalahan besar ini telah merambah umat kita pada saat ini
    dalam persoalan yang berkaitan dengan parameter prioritas,
    sehingga mereka menganggap kecil hal-hal yang besar,
    membesar-besarkan hal-hal yang kecil, mementingkan hal-hal
    yang remeh, dan meremehkan hal-hal yang penting, menunda
    perkara yang seharusnya didahulukan, dan mendahulukan perkara
    yang seharusnya diakhirkan, mengabaikan yang fardhu dan
    memperhatikan yang sunnah, mempedulikan dosa-dosa kecil dan
    mengabaikan dosa-dosa besar, berjuang mati-matian untuk
    masalah-masalah khilafiyah dan tidak mengambil tindakan
    terhadap perkara-perkara yang telah disepakati... Semua ini
    membuat umat pada saat ini sangat perlu --dan bahkan sudah
    sampai kepada batas darurat-- terhadap "fiqh prioritas" yang
    harus segera dimunculkan, didiskusikan, diperbincangkan, dan
    dijelaskan, sehingga bisa diterima oleh pemikiran dan hati
    mereka, juga agar mereka memiliki pandangan yang jelas dan
    wawasan yang luas untuk melakukan perbuatan yang paling baik.
    -----------------------------------------------------------------------------------

    Catatan Kaki:
    1 Diriwayatkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma' (3:62). Dia
    berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani di dalam
    al-Kabir dengan isnad yang shahih.

    2 Diriwayatkan oleh Muttafaq 'Alaih dari Abu Hurairah r. a.
    sebagaimana yang dimuat dalam al-Lu'lu' wal-Marjan yang
    disepakati ke-shahihannya oleh Bukhari dan Muslim (hadits no.
    13).

    Kembali Ke Atas Go down
    https://loveislam.forumakers.com
     
    Fiqh Prioritas
    Kembali Ke Atas 
    Halaman 1 dari 1
     Similar topics
    -
    » Fiqh Prioritas

    Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
    Islam is beautiful  :: FIQIH-
    Navigasi: